Saat Teduh 14 - 20 September 2015



Ayat Hafalan:
Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. (Yakobus 4:2)
 
Senin, 14 September 2015
MEMPERHATIKAN FIRMAN TUHAN
Amos 8:1-14
Seorang paman sangat bersemangat menasihati orang muda untuk rajin belajar dan memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin. Maklum, ia sendiri dulu menyia-nyiakan masa mudanya dengan berbagai kenakalan. Tak lulus sekolah menengah, ia hanya menjadi buruh kasar. Padahal, ia cukup cerdas dan seharusnya bisa melakukan banyak hal. Sesal kemudian tak berguna. Manusia cenderung tidak menghargai sesuatu sampai ia kehilangan hal tersebut.
  
Hari ini kita membaca tentang orang-orang yang juga telah menyia-nyiakan kesempatan yang mereka miliki. Bangsa Israel. Umat pilihan Allah. Sekian lama Tuhan bersabar atas mereka, tetapi mereka tidak mengindahkan Tuhan. Tampaknya saja mereka beribadah, namun mereka menolak menyelaraskan hidup dengan firman Tuhan (ayat 4-6). Bandingkan ayat 13-14 dengan pasal 5:4-6. Tidak kurang firman Tuhan diberikan untuk menegur mereka, tetapi Israel tidak mendengar. Mereka tetap berpaut pada dewa-dewa yang sia-sia. Ketika akhirnya sadar bahwa mereka membutuhkan Tuhan, Dia menarik diri. Membisu. Tak lagi berfirman (ayat 12).
  
Ketika segala sesuatu lancar, bisa jadi kita terlena seperti Israel dan menyia-nyiakan firman Tuhan. Memperhatikan firman Tuhan rasanya jadi tugas yang berat, apalagi melakukannya. Mari berhenti sejenak untuk memikirkan apa penyebabnya. Seperti Israel, bisa jadi kita juga sedang mengandalkan hal selain Tuhan untuk memenuhkan hidup kita. Jangan tunggu masa sukar tiba dan sesal kita terlambat. Mohon belas kasihan Tuhan dan perhatikanlah firman-Nya mulai hari ini.

“CARILAH TUHAN DAN FIRMAN-NYA SELAMA MASIH ADA KESEMPATAN.”

Selasa, 15 September 2015
BERUSAHA DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH
2 Petrus 1:3-15
Petrus mengingatkan kita tentang panggilan Tuhan yang harus kita kerjakan dengan sungguh-sungguh. Tidak ada kata setengah-setengah dalam menjalani kehidupan kekristenan; sebaliknya kita harus mengerjakan keselamatan itu dengan takut dan gentar (baca Filipi 2:12). Karena itu Petrus menasihati agar kita berusaha dengan sungguh-sungguh, "...untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang." (2 Petrus 1:5-7). Kata sungguh-sungguh berarti melakukan dengan sepenuh hati, tidak asal-asalan atau main-main. Berusaha dengan sungguh-sungguh juga berarti bahwa kita berusaha tidak dengan kekuatan sendiri dalam melakukan apa yang difirmankan, tetapi mengacu pada respons kita terhadap panggilan Tuhan itu.
  
Rasul Paulus telah menerima panggilan Tuhan sejak berada dalam kandungan ibunya (baca Galatia 1:15-16). Namun, dalam perjalanan hidupnya, Paulus, yang saat itu masih bernama Saulus, justru memusuhi Kristus dengan cara menganiaya para pengikut Tuhan. Dengan segala cara Saulus berusaha untuk menumpas umat Tuhan sampai pada akhirnya Tuhan sendiri yang menegur dia ketika melakukan perjalanan ke Damsyik. Sejak saat itu hidup Saulus diubahkan dan mengalami kelahiran baru, sehingga namanya pun diganti menjadi Paulus.
  
Paulus menyadari bahwa dipanggil Tuhan adalah kasih karunia yang luar biasa. Karena itu tidak ada alasan baginya untuk tidak bersungguh-sungguh dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini. Ia mulai bersungguh-sungguh dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini. Ia mulai menyadari akan artinya hidup: "...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20a). Paulus mengabdikan seluruh hidupnya untuk Kristus. Apakah kita menjalankan ibadah dan pelayanan hanya untuk sekedar berpartisipasi ataukah kita sadar akan panggilan Tuhan?

“Bila kita merespons panggilan-Nya, kita akan bersungguh-sungguh dalam mengiring Tuhan; apapun yang terjadi kita tidak akan pernah undur, tapi roh kita makin kuat dan makin menyala-nyala bagi Dia.”

Rabu, 16 September 2015
MEMPERHATIKAN ORANG LEMAH
Mazmur 41:1-14
Siapakah orang baik itu? Ada yang menjawab, "Orang yang baik adalah orang yang selalu ramah dan santun dalam bertutur kata. Orang yang baik tidak memiliki musuh karena ia tidak pernah menyakiti orang lain, sehingga di mana pun berada disukai banyak orang." Dan masih banyak lagi pendapat tentang orang yang yang baik. Salomo dalam amsalnya berkata, "Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rejekinya dengan si miskin." (Amsal 22:9).
  
Orang yang baik adalah orang yang mau menolong orang lain yang kekurangan atau lebih lemah dari dia meskipun saat itu mungkin dia ada dalam kekurangan, namun di dalam kekurangannya itu ia masih mau menolong dan memperhatikan orang yang lebih lemah dari dirinya. Itulah orang yang baik, dan Tuhan pun tidak akan menutup mata terhadap apa pun yang diperbuatnya. Dia akan memberkati dia dengan berlimpah-limpah sesuai dengan janji firmanNya. Di dalam Amsal 19:17 juga dikatakan, "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu." Jadi jika kita menolong atau menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah atau lebih miskin dari kita, yang berhutang kepada kita bukanlah orang yang kita tolong itu tetapi Tuhan yang berhutang kepada kita, dan Dia pasti akan mengembalikan atau membalasnya kepada kita sampai berkelimpahan.
  
Adalah tidak sia-sia jika memperhatikan orang yang lemah dan kekurangan karena Tuhan berjanji untuk memberkati siapa pun yang suka menolong orang lain. Dikatakan, "Tuhan akan melindungi dia dan memelihara nyawanya, sehingga ia disebut berbahagia di bumi; Engkau takkan membiarkan dia dipermainkan musuhnya!" (Mazmur 41:3). Tuhan akan menyelamatkan dan melindungi kita dan Dia juga tidak akan membiarkan kita dipermainkan oleh musuh. Juga "Tuhan membantu dia di ranjangnya waktu sakit; di tempat tidurnya Kaupulihkannya sama sekali dari sakitnya." (Mazmur 41:4). Tuhan akan menyembuhkan kita dari sakit penyakit. Oleh karena itu mari kita mempraktekkan pelayanan kasih ini dalam hidup sehari-hari; meskipun kita sedang lemah kita tetap harus membantu orang yang lebih lemah dari kita.

“Kalau saat ini kita sudah diberkati Tuhan dengan berlimpah, itu adalah anugerah Tuhan yang harus disyukuri dan merupakan kesempatan bagi kita untuk menjadi berkat bagi orang lain.”

Kamis, 17 September 2015
KRISIS KASIH
2 Timotius 3:1-9
Saat ini krisis kasih terjadi di mana-mana, entah dalam kehidupan masyarakat, bangsa, bahkan juga gereja. Ayat 2-4 menggambarkan keadaan manusia di akhir zaman ini. Intinya: manusia kini memiliki kencenderungan mencintai dirinya sendiri dan tidak lagi mengasihi orang lain. Kini karakter kasih sulit sekali ditemukan dalam diri manusia.
  
Kasih mudah diucapkan, tapi untuk mempraktekkan ada harga yang harus dibayar. Kebanyakan orang menjadikan kasih hanya sebagai slogan saja, tapi ketika dihadapkan pada dunia nyata, kasih hanyalah bayang-bayang dan yang sering muncul justru hal-hal sebaliknya. Bagaimana reaksi kita saat dibenci, difitnah dan disakiti oleh orang lain? Setiap kali kita diperlakukan secara buruk atau menyakitkan selalu timbul keinginan untuk membalas dengan perlakukan yang sama atau malah bahkan lebih buruk. Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus, "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Kasih adalah satu-satunya kekuatan yang mampu mengubah lawan menjadi kawan!
  
Ada banyak hal yang membuat kita tidak dapat menunjukkan kasih kepada sesama. Terkadang kita sudah berusaha mengasihi orang-orang yang membenci kita. Tetapi mereka terus memperlakukan kita dengan buruk sehingga kekuatan kita mulai melemah. Kasih kita menjadi semakin berkurang dan lambat laun menjadi pudar, dan sebagai gantinya, karakter-karakter lama kita kembali muncul. Supaya kita bisa mengasihi orang lain secara bijaksana di tengah situasi yang sulit, adalah baik merenungkan betapa besar kasih Allah kepada kita. Seharusnya hati kita menjadi hancur bila kita mengingat-ingat bagaimana Tuhan berulang-ulang mengampuni kita dan bersabar terhadap kita, padahal kita seringkali memberontak dan menyakiti Dia dengan ketidaktaatan kita. Lalu, bagaimana mungkin kita terus membenci orang lain sedangkan Allah terus-menerus menunjukkan kasihNya kepada kita, sekalipun kita berdosa padaNya? Bahkan, Ia rela menanggung penderitaan karena dosa-dosa kita sehingga kita beroleh keselamatan. Alkitab menyatakan, "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
“Allah adalah kasih; jika kita tidak mengasihi kita meyangkal Allah dan meragukan kasih-Nya dalam Yesus Kristus.” 

Jumat, 18 September 2015
YESUS MELENYAPKAN KEKUATIRAN
Mazmur 55:1-24
Salah satu tanda seseorang mengalami kekuatiran adalah gampang sekali mengeluh, mengomel dan bersungut-sungut. Hal inilah yang dialami oleh bangsa Israel. Ketika keluar dari Mesir menuju ke tanah Perjanjian, di mana bangsa Israel harus melintasi padang gurun. Seperti yang kita ketahui padang gurun sangatlah gersang, panas, tidak ada air, tumbuh-tumbuhan atau pun hujan. Selama 40 tahun berada di padang gurun mereka terus dibelenggu oleh kekuatiran dan ketakutan meskipun Tuhan sudah menyatakan mujizat-Nya di sepanjang perjalanan mereka hari lepas hari. Makanan disediakan Tuhan berupa manna; saat mereka membutuhkan daging, Tuhan menyediakan burung puyuh; demikian juga ketika mereka butuh air untuk minum, Tuhan menyediakan dengan caraNya yang ajaib. Meski demikian mereka tidak pernah mengucap syukur kepada Tuhan, justru mereka selalu mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel. Mereka merasa lebih enak dan nyaman tinggal di Mesir, padahal di Mesir mereka menjadi budak, artinya mereka direndahkan serta kehilangan harkat dan martabatnya sebagai umat pilihan Tuhan.
  
Mungkin saat ini kita sedang mengalami seperti yang dialami oleh Bangsa Israel yaitu berada di 'padang gurun'. Berhentilah mengomel dan bersungut-sungut, apalagi menyalahkan Tuhan, karena Dia tetap beserta dengan kita. Firman Tuhan menasihati, "...carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Kalau kita mencari dan mengutamakan kebenaran Tuhan lebih dari semuanya, di situlah kita sedang mengundang sorga untuk turun ke bumi. Artinya, Tuhan akan bertindak dan memberikan pertolongan kepada kita sehingga kita akan mengalami dan menikmati Kerajaan Sorga. Apabila kita taat kepada Tuhan, Dia akan memelihara hidup kita.
  
Jadi, janganlah kita kuatir. Apabila kita melibatkan Tuhan di segala perkara serta mengandalkan kekuatan Roh Kudus dalam kehidupan kita, kita akan melakukan perkara yang besar. Kehadiran Tuhan Yesus dalam kehidupan kita selalu berdampak secara luar biasa.

“Kuatir hanya akan merugikan diri sendiri dan
menghambat kemajuan dalam segala hal.”

Sabtu, 19 September 2015
MENYANGKAL DIRI
Lukas 9:22-27
Menyangkal diri biasanya sering diartikan dengan meninggalkan sesuatu yang baik dan diinginkan seperti keberhasilan karir dan kenyamanan materi, demi mengikut Kristus. Namun, banyak yang enggan meninggalkan karakter yang buruk demi mengikut Kristus. Mungkin kita pernah mendengar orang yang berkata: “Aku memang pemarah. Itu sudah turunan, tidak bisa diubah.” Atau, “Aku begini ya karena keluargaku berantakan.” Keluarga, masa lalu, dan situasi bisa jadi kambing hitam ketidakmauan orang untuk berubah.
  
Yesus sangat jelas dengan tanggung jawab personal dalam mengikut Dia. “Setiap orang” punya tanggung jawab untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Yesus. Apa pun latar belakang dan situasi orang itu. Ketika kita menyangkal tanggung jawab atas kebiasaan buruk kita, bukankah itu sama saja dengan berkata: “Tuhan, kalau aku disuruh berubah, aku tidak bisa ikut Engkau. Tuhan kan tahu situasiku.” Kita sama saja dengan orang yang berusaha “menyelamatkan diri sendiri” dan menyalahkan semua yang lain, termasuk Tuhan. Kita mau ikut Dia dengan catatan kita bebas menentukan bagaimana caranya. Bukankah itu menunjukkan bahwa kita sebenarnya sedang menolak mengikut Dia?
  
Yesus menghendaki kita mengikuti Dia, meneladani hidup-Nya yang memuliakan Allah. Adakah kebiasaan buruk yang harus kita tinggalkan demi hal itu? Mari mengakui kebiasaan buruk itu sebagai kesalahan kita pribadi, bukan orang lain, masa lalu, atau situasi di sekitar kita. Meninggalkannya mungkin butuh perjuangan. Namun, itulah kehendak Yesus bagi kita. Dia yang memanggil akan memampukan kita untuk melakukannya!

“MENYANGKAL DIRI TERMASUK MENINGGALKAN SIFAT BURUK
YANG SELAMA INI NYAMAN KITA LAKUKAN.”

Minggu, 20 September 2015
KERJAKAN DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH
Amsal 22:17-29
Surat kabar dan juga televisi sering memberitakan tentang orang-orang yang hebat di bidangnya masing-masing yang diundang oleh Bapak Presiden ke istana negara untuk menerima penghargaan dan juga jamuan makan malam. Tidak semua orang dapat menerima undangan apalagi beroleh penghargaan dari presiden. Mereka adalah orang-orang yang berperestasi: atlit yang mengharumkan nama bangsa di ajang olah raga internasional, para pelajar yang menjuarai olimpiade bidang science, pelopor pnyelamatan lingkungan hidup dan sebagainya. Mengapa mereka bisa berprestasi? Karena mereka mengerjakan tugas di bidangnya masing-masing dengan penuh integritas. Tanpa integritas apa pun yang mereka kerjakan tidak akan membuahkan hasil yang maksimal.
  
Setiap kita tanpa terkecuali diberikan Tuhan talenta, kecakapan, dan kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu. Tetapi mengapa masing-masing orang memiliki hasil yang berbeda-beda? Itu semua tergantung dari kesanggupan kita sebagaimana digambarkan dalam Matius 25:14-30 tentang perumpamaan talenta: Tertulis: "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat." (Matius 25:15). Kesanggupan kita adalah karuniaNya; Tuhan yang memerintahkan kita untuk melakukan sesuatu, maka Ia juga yang akan memberikan kesanggupan untuk mengerjakannya. Tidak ada alasan bagi kita untuk iri terhadap orang lain karena yang menilai pekerjaan kita bukanlah kita sendiri, tetapi Tuhan. Dikatakan, "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4).
  
Tuhan selalu menyediakan upah bagi setiap orang yang setia mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakannya. "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar." (Matius 25:23a).

“Jangan berkata, "Saya tidak bisa!" Kunci permasalahannya adalah kita tidak sungguh-sungguh mengerjakan apa yang dipercayakan kepada kita selama ini.”