Saat Teduh 21 - 27 September 2015

Ayat Hafalan:
Janganlah hatimu iri kepada orang-orang yang berdosa, tetapi takutlah akan TUHAN senantiasa. (Amsal 23:17)
 
Senin, 21 September 2015
Hamba yang Mendengar
1 Samuel 3:1-10
Mengapa Tuhan menciptakan dua telinga dan hanya satu mulut? Bukankah ini sebenarnya sebagai tanda bagi manusia untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara? Mendengar bukan sekedar membuka telinga dan membiarkan ada gelombang suara masuk ke telinga. Mendengar yang sesungguhnya adalah proses memahami, mengerti, dan melakukan. Nah, apakah kita mendengarkan suara Tuhan dengan benar dan setia?

Mendengarkan suara Tuhan dengan benar dan setia bukanlah hal mudah, tetapi bukan juga mustahil. Samuel kecil berlatih untuk mendengarkan. Ketika ada suara memanggil namanya, ia segera meresponsnya. Ia dalam proses belajar membedakan mana suara Tuhan dan mana suara manusia. Kita mendapati Tuhan berkali-kali memanggil Samuel. Ada inisiatif Tuhan untuk menyapa Samuel. Ketika Samuel mengetahui bahwa memang Tuhan yang sedang menyapanya, ia menyiapkan hati untuk mendengarkan dan berkata, "Berbicaralah, ya Tuhan, hamba-Mu ini mendengar." Ketika Samuel mendengar suara Tuhan, ia mengerti kehendak Tuhan atas jalan hidupnya.

Kita menghadiri kebaktian dan mendengar pemberitaan Firman, tetapi mungkin kita tidak mendengar suara Tuhan. Kita membaca Alkitab, tapi tetap juga tidak mendengar suara Tuhan. Marilah kita belajar mendengar yang benar seperti Samuel. Tuhan yang Mahabaik sudah aktif menyapa kita terlebih dahulu. Kita, umat-Nya, hendaknya menyiapkan telinga dan hati senantiasa untuk memahami, mengerti, dan melaksanakan kehendak-Nya.

Selasa, 22 September 2015
Karunia Menikmati
Pengkhotbah 5:7-19
Saya ingin sekali berkeliling Indonesia. Menikmati keindahan alam dan budayanya dari ujung barat sampai timur. Saya bertekad, jika kelak memiliki cukup banyak uang, saya akan melakukannya. Mendengar hal itu, seorang rekan berkata, "Jika kelak kamu memiliki cukup banyak uang, belum tentu kamu bisa melakukan apa yang kamu inginkan." Ucapannya bukan tanpa alasan. Sekalipun ia sendiri memiliki cukup banyak uang, ia tidak selalu bisa melakukan apa yang ia inginkan. Alasannya: sibuk.

Ironis memang. Penghasilan yang diperoleh seseorang dari pekerjaannya seharusnya membuatnya lebih leluasa melakukan apa yang ia inginkan. Nyatanya, tak selalu demikian. Kesibukan bekerja dapat berbalik menjadi penghambat. Lebih parah lagi, pekerjaan yang seharusnya membuat seseorang bisa membahagiakan keluarga, tidak jarang justru menjadi sumber kehancuran keluarga.

Pengkhotbah menasihati kita untuk bekerja dengan baik (Pkh. 9:10). Dengan demikian, melalui pekerjaan kita, kemuliaan Allah dinyatakan. Melalui pekerjaan kita, semakin banyak orang diberkati. Karena itu, jangan izinkan pekerjaan menjauhkan kita dari impian kita. Jangan izinkan pekerjaan menghancurkan kebahagiaan keluarga kita. Kita harus tahu kapan harus berhenti. Bukan untuk berpangku tangan, tapi untuk beristirahat dan menikmati hidup. Berhentilah sejenak dari kesibukan kerja. Bersukacitalah dalam hasil jerih payah kita (ay. 17-18). Nikmati hal-hal yang menyenangkan hati (ay. 19). Itu semua adalah karunia Allah.
Rabu, 23 September 2015
Sola Scriptura
2 Timotius 3:10-17
Gereja pernah mengalami kesesatan. Mereka mengajarkan, dengan membeli Surat Pengampunan Dosa (indulgensia) yang dikeluarkan gereja, seseorang akan diselamatkan dari dosa.

Martin Luther, biarawan Jerman yang memahami Alkitab dengan sungguh-sungguh, melakukan perlawanan. Ia mengajarkan sola scriptura (hanya Alkitab), yaitu Alkitablah yang memiliki otoritas tertinggi dalam menentukan tindakan dan ajaran umat Allah. Dan, Alkitab mengajarkan bahwa seseorang hanya selamat oleh iman kepada Kristus Yesus. Pada 31 Oktober 1517, ia menempelkan 95 dalil di depan pintu gereja Wittenberg sebagai protes atas praktik-praktik kesalahan gereja. Tindakan ini memicu terjadinya perlawanan atas kekeliruan gereja. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai Hari Reformasi Gereja.

Paulus mengingatkan Timotius—anak rohaninya—akan pentingnya Kitab Suci dalam hidup dan pelayanannya. Untuk itu, Paulus memintanya untuk berpegang pada kebenaran yang diterimanya (ay. 14), serta mengingat ajaran Kitab Suci yang telah didengarnya sejak kecil, yang menuntunnya pada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus (ay. 15). Sebab memang Firman Allah bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran (ay. 16). Mari kita jadikan Alkitab sebagai pedoman, sehingga diri (dan gereja) kita tetap hidup dalam kehendak Allah. Bahkan, saat jalan kita melenceng, Alkitab akan menuntun kita mengalami reformasi, demi kemuliaan Kristus, Raja Gereja.
Kamis, 24 September 2015
Siapakah Saya?
Lukas 18:9-14
Perumpamaan Tuhan Yesus mengenai orang Farisi dan pemungut cukai ini begitu kuat pesannya dan penuh makna. Namun, saya terbiasa membacanya tanpa mengaitkannya dengan kehidupan pribadi. Saya menempatkan diri sebagai pemungut cukai yang diperkenan Tuhan. Namun, ketika membacanya lagi suatu kali, kegelisahan melanda. Saya merasa sesungguhnya sayalah orang Farisi tersebut!

Orang Farisi merasa dirinya baik dan bermoral tinggi. Ia membandingkan diri dengan orang lain dan, dengan itu, merendahkan mereka. Jabatannya sebagai ahli kitab membuat dirinya merasa layak berdoa tanpa harus mengaku keberdosaannya. Dengan penuh percaya diri, ia melaporkan aktivitas keagamaannya. Keangkuhan menutupi mata rohaninya sehingga ia tidak melihat betapa berdosanya ia. Sebaliknya, si pemungut cukai bukan saja menyadari dosanya, tapi juga memohon belas kasihan dan pengampunan Tuhan. Dan, ia dibenarkan oleh Tuhan.

Bila kita tidak menyadari keberdosaan kita, bukankah kita tak ubahnya orang Farisi tadi? Keangkuhan mengikis kepekaan kita akan dosa. Kita jadi lebih mudah mencela orang lain serta merasa puas oleh aktivitas pelayanan kita. Meskipun berdoa kepada Tuhan, kita seolah tidak membutuhkan Dia. Padahal, sesungguhnya kita tidak layak menghadap hadirat-Nya. Kita membutuhkan anugerah pengudusan oleh pengorbanan Yesus di kayu salib agar kita beroleh keberanian menghadap takhta Allah dalam doa kita. Marilah kita merendahkan diri di hadapan-Nya, dan biarlah Dia sendiri yang meninggikan kita oleh rahmat-Nya

Jumat, 25 September 2015
Pertobatan Sejati
Yoel 2:12-17
Reginald Arvizu alias Fiedly, pemain bass sebuah band, hidup dalam dosa seks bebas, alkohol, dan obat bius sejak usia 13 tahun. Ayahnya berpesan sebelum meninggal, agar Fiedly menemukan Tuhan. Pesan itu menjadi titik awal pertobatannya. Ia tersungkur di hadapan Yesus, memohon ampun atas dosa dan membiarkan Yesus mengubah hidupnya. Ia berbalik arah dengan meninggalkan kehidupan lamanya. Hingga kini, ia dan keluarganya terbebas dari pengaruh alkohol dan obat bius.

Yoel menyerukan pertobatan sejati kepada bangsa Israel. Tulah belalang dan bencana kelaparan terjadi karena dosa mereka. Bangsa Israel perlu datang pada Allah dengan meratap, berpuasa, dan tersungkur di hadapan-Nya. Firman Allah berkata, "Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu." Pada masa itu, mengoyakkan pakaian adalah ungkapan penyesalan atau kesedihan. Namun, Allah menginginkan hati merekalah yang dikoyakkan hingga hancur, karena Dia menghendaki pertobatan sejati yang lahir dari hati bangsa Israel.

Sesungguhnya Allah selalu menghendaki yang terbaik bagi manusia berdasarkan kebenaran-Nya. Dia menghendaki pertobatan yang sungguh-sungguh dengan hati yang hancur, bukan hanya secara lahiriah. Dosa senantiasa membuat hati Allah sedih dan hancur karena dosa merusak relasi kita dengan-Nya. Namun, Allah itu berlimpah kasih dan selalu memberikan pengampunan. Ia memampukan kita memiliki relasi yang kudus dengan-Nya. Mari kita mengakui keberdosaan kita dan memohon pengampunan-Nya serta terus hidup melekat pada-Nya.
Sabtu, 26 September 2015
Cakap Saja Tidak Cukup
Keluaran 35:30-35
Keahlian atau kecakapan dibutuhkan dalam melakukan suatu pekerjaan. Ketika seseorang ahli atau cakap dalam bidang tertentu maka karya yang dihasilkannya pun pasti akan berbeda dan luar biasa. Namun, dalam hal melayani pekerjaan Tuhan, keahlian atau kecakapan saja tidak cukup, diperlukan pula hati yang tergerak dan terbeban. Jika hanya mengandalkan keahlian atau kecakapan, seseorang cenderung akan menjadi performer (melayani sebagai sarana unjuk kebolehan) atau one man show. Banyak orang punya bakat atau talenta luar biasa, tapi sedikit yang memiliki hati yang terbeban melayani pekerjaan Tuhan dengan sepenuh hati.

Untuk mengerjakan proyek kudus-Nya, Tuhan menunjuk: "...Bezaleel bin Uri bin Hur, dari suku Yehuda, dan telah memenuhinya dengan Roh Allah, dengan keahlian, pengertian dan pengetahuan, dalam segala macam pekerjaan, yakni untuk membuat berbagai rancangan supaya dikerjakan dari emas, perak dan tembaga; untuk mengasah batu permata supaya ditatah; untuk mengukir kayu dan untuk bekerja dalam segala macam pekerjaan yang dirancang itu." (Keluaran 35:30-33). Arti nama Bezaleel: Tuhanlah perlindungan. Makna rohaninya: dalam menjalankan tugas pelayanan haruslah senantiasa mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia. Ingat! Di luar Tuhan, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Selain itu, Tuhan juga memiliki: "...Aholiab bin Ahisamakh dari suku Dan, kepandaian untuk mengajar." (Keluaran 30:34). Nama Aholiab berarti Bapa adalah kemahku. Ini berbicara tentang persekutuan yang karib dengan Tuhan.

Pelayanan kita tidak akan berdampak bila kita sendiri tidak suka berada di dalam hadirat-Nya, bergaul karib dengan Dia. Sepadat apa pun jadwal pelayanan, jangan pernah kita meninggalkan persekutuan pribadi dengan Tuhan. Tuhan memberikan keahlian di dalam hati Bezaleel dan Aholiab, terlebih karena mereka merespons panggilan Tuhan tersebut dengan sikap hati yang rela untuk melayani.

Minggu, 27 September 2015
Penemuan Terbesar
Filipi 3:1-16
Pada 1847, Dr. James Simpson, dokter Skotlandia, mempelopori ilmu pembiusan dengan kloroform untuk menidurkan pasien yang dibedah. Pada masa tuanya, ada mahasiswa bertanya, "Penemuan apakah yang Dokter anggap paling berguna selama hidup Dokter?" Mahasiswa itu mengira ia akan menyebutkan kloroform. Ternyata, ia menjawab, "Penemuan saya yang paling berharga ialah menemukan bahwa saya orang berdosa dan Yesus Kristus adalah Juru Selamat saya."

Pandangan dokter itu selaras dengan sikap Paulus yang menganggap penemuan paling berharga selama hidupnya adalah pengenalan akan Kristus Yesus. Paulus mengacu pada hubungan seumur hidup dengan Kristus. Penekanannya di sini bukan pada pengenalan akan fakta-fakta tentang Yesus, melainkan mengalami hubungan yang erat dengan Kristus dan berada di dalam Dia.

Paulus membedakan antara mereka yang "bermegah dalam Kristus" dan yang "menaruh kepercayaan pada hal-hal yang lahiriah". Berdasarkan pengalamannya sendiri, ia menyadari betapa sia-sia menaruh kepercayaan pada hal-hal yang lahiriah. Sebagai orang Yahudi yang bersunat dan orang Farisi, dengan sangat teliti dipatuhinya setiap detail hukum Taurat. Bahkan, ia mengaku, "Tentang kebenaran dalam menaati hukum Taurat, aku tidak bercacat." Tetapi, setelah bertemu dengan Kristus, ia menganggap segala pencapaian dan prestasi masa lalunya sebagai "sampah" karena Kristus lebih mulia dari semua yang ada.

Bagaimana kita menghargai pengenalan kita akan Kristus?