Saat Teduh 21 - 27 Desember 2015

Ayat Hafalan:
Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya. (Matius 7:11)
 
Senin, 21 Desember 2015
Berbagi Kebaikan Allah
Ibrani 13:16-21
Beberapa tahun lalu, seorang mantan murid mampir ke kantorku dengan membawa hadiah Natal. Sementara ia memberikan kadonya, ia tersenyum dan berterima kasih padaku untuk tiap bimbingan belajar yang kuberikan selama semester ini. Karena kutahu kalau ia dan keluarganya harus berjuang demi membayar uang kuliah dan biaya akademis lainnya, aku tidak mengharapkan hadiah darinya. Aku membuka tas itu dan mengeluarkan hadiahnya – ada buah apel, jeruk, dan sebatang permen tongkat pepermint yang besar. Muridku itu berkata bahwa sebenarnya ia ingin membelikan sesuatu yang lebih mahal, namun keadaannya tidak memungkinkan. Natal itu, aku menerima beberapa hadiah lainnya, tetapi aku selalu teringat kepada mantan muridku yang murah hati itu.

Seperti perempuan muda yang telah berbagi denganku, Allah memberikan kita kesempatan untuk berbagi dan menyenangkan orang lain dengan kebaikan kita. Saat ini kita dapat menjangkau orang lain lewat cara yang sederhana—menelepon, memeluk, atau mengatakan hal baik. Dengan berbuat baik dan berbagi dengan orang lain, kita menunjukkan rasa syukur kita atas kasih dan kemurahan Allah.


Selasa, 22 Desember 2015
Berdoa bagi Musuhku
Matius 5:43-48
Pada suatu siang aku menerima sebuah surel yang awalnya kupikir dari bank. Karena sedang terburu-buru, aku langsung membalas permintaan kata sandi keamanan rekeningku dan akhirnya aku menjadi korban pencurian identitas. Segera kami mengganti kata sandi, menutup kartu kredit, dan melakukan segala sesuatu yang membuat pencuri itu tidak dapat masuk ke dalam rekening kami. Meskipun demikian, empat hari kemudian aku menerima panggilan dari sebuah bank – seorang perempuan mengaku sebagai diriku dan mencoba untuk membuka rekening kartu kredit dan melakukan pembelian besar di sebuah toko. Saat aku ditelepon dari toko dan bank tempat perempuan ini berusaha meniruku, aku bahkan sudah tak dapat berdoa. Suamiku mendorongku untuk berdoa seperti Daud dalam Mazmur 140:9, "Ya TUHAN, jangan penuhi keinginan orang fasik."

Di saat berdoa, aku mulai berpikir tentang perempuan ini. Dorongan apa yang membuatnya menjadi seorang pencuri? Karena Yesus menyuruh kita berdoa bagi musuh kita, aku mulai berdoa agar Allah menggunakan hubunganku dengan perempuan ini, yang hanya bermula dalam kegelapan, untuk membawa cahaya dalam hidupnya. (Bacalah Yoh. 1:5.)

Pengalaman ini telah membuka hatiku untuk mengerti apa makna berdoa bagi musuh kita. Melalui doa kita bekerja sama dengan Allah untuk membawa cahaya ke dalam dunia.


Rabu, 23 Desember 2015
Cahaya yang Dipantulkan
Matius 5:13- 16
Selama libur Natal, sudah menjadi kebiasaanku untuk membuka tirai di ruang tamuku, menyalakan lampu pohon Natal agar mereka bersinar dalam keremangan pagi, lalu aku akan membaca Saat Teduh. Natal lalu di suatu pagi, aku membuka tiraiku, tetapi lupa menyalakan lampu pohon Natal. Selesai membaca Saat Teduh, aku menengadah dan melihat dalam kegelapan ada cahaya yang bersinar dari pohon Natal. Aku berdiri dan memperhatikan
lebih dekat lagi, ternyata cahaya itu berasal dari lampu bacaku yang dipantulkan oleh hiasan pohon Natal itu.

Lalu aku berpikir tentang perkataan Yesus, "Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga" (Mat. 5:16).

Aku bertanya pada diriku, Kualitas apa yang dapat aku pantulkan kepada mereka yang bertemu denganku tiap hari? Seperti hiasan Natal itu memiliki banyak sudut, aku juga memiliki bermacam karakter: kebanggaan semu, keangkuhan, egoisme, kesombongan – bercampur dengan karakter baik lainnya seperti suka menolong, baik hati, penuh belas kasihan, mengasihi, dan melayani. Dengan meluangkan waktu bersama Allah, aku berdoa agar semua karakterku yang baik bersinar di depan orang.


Kamis, 24 Desember 2015
Hari Natal
Lukas 2:8-20
Seorang gadis kecil Afrika berjalan menggigil saat ia melihat Carl, suamiku, dan aku berjalan menghampirinya di sebuah jalan sempit, berpasir di belantara Afrika. Ia sendirian, dan ketakutan terpancar di wajahnya. Pantaslah! Baginya, Carl tampak seperti raksasa putih tinggi menjulang; dan anjing peliharaan ras Jerman, yang berjalan di samping kami, sangatlah besar.

Carl berkata dengan lembut kepada anak perempuan yang ketakutan itu. Tiba-tiba, ketakutan di matanya berubah jadi rasa ingin tahu, dan ia mulai berjalan lagi. Apa yang membuatnya berbeda? Carl berbicara dalam bahasa anak perempuan itu. Sang anak mengerti kata-kata yang Carl ucapkan, “Semua akan baik-baik saja, kamu akan selamat.”

Gembala di padang saat malam Natal pertama ketakutan saat mereka melihat malaikat surgawi memuji Allah. Tetapi ketakutan mereka berubah menjadi sukacita saat utusan Allah berbicara dengan baik kepada mereka dengan bahasa yang mereka mengerti, bahasa yang akrab dengan kandang, palungan, dan bayi. Ya, mereka mengerti segala sesuatu tentang kandang, memerah susu, dan domba-domba yang baru lahir. Semuanya baik-baik saja. Mereka selamat. Allah datang kepada para gembala dan datang kepada kita melalui Firman yang bisa kita pahami. Marilah kita bergegas, seperti para gembala, memuji Anak Domba Allah.



Jumat, 25 Desember 2015
Perlindungan dan Kekuatanku
Mazmur 46:1-3
Selama delapan menit kami berdua diberikan kesempatan untuk saling berbagi dalam suatu lokakarya penulisan renungan harian. Namun aku pribadi memerlukan lebih dari delapan menit—belum termasuk keberanian—untuk membagi segala perasaan terdalam dan pergumulan dengan orang yang baru saja kukenal. Bagaimanapun, kata-kata itu mengalir begitu mudah ketika aku dan pasanganku membicarakan tentang tantangan hidup ini.

Dalam percakapan kami, ternyata rasa sakitku berpadu dengan yang dirasakan pasanganku. Aku menyadari bahwa rasa sakitku tidak lagi melemahkanku seperti pertama kali aku mengalaminya. Kami menemukan bahwa kami dapat mengatasi rasa sakit bukan karena waktu telah memulihkan luka kami, melainkan karena kami mencari perlindungan dalam Allah dan kekuatan melalui iman kami bahwa Dia dapat melakukan apa pun dalam keadaan kami.

Berdoa dan membaca Alkitab tiap hari menghibur dan mendorong kita untuk tetap teguh dalam iman. Keluarga, teman-teman, dan anggota gereja berdoa bagi kami serta bersama kami dan berdiri di samping kami dalam keadaan terburuk sekalipun di tengah keraguan dan keputusasaan. Allah menunjukkan bahwa kita tidak pernah sendirian dalam pergumulan kita.

Sabtu, 26 Desember 2015
Ingin Tetap Berusaha
I Tesalonika 5:16-18
Ketika aku baru berlari, latihannya sungguh berat. Tiap berlari bagaikan mendaki gunung yang tidak mungkin kudaki. Saat aku memaksa diriku untuk terus berlari, aku sadar bahwa mengingat segala berkat dalam hidupku itu membentuk pola pikirku. Selama berlari, dan saat tiba pada titik jenuh untuk berhenti, aku berseru kepada Allah, "Terima kasih untuk kedua kakiku yang sehat sehingga aku dapat berlari. Ada orang yang tidak dapat berlari walau mereka menginginkannya. Terima kasih untuk paru-paru yang memberikan udara selama aku berlari. Terima kasih untuk napasku. Ada orang yang tengah berjuang untuk bernapas." Doa mengubah fokusku dan menolongku untuk melewati hal terberat saat berlari.

Begitu pun, saat menghadapi kesulitan, terkadang aku ingin berhenti berusaha. Aku ingin mengasihani diriku sendiri, dan saat melakukan hal itu yang kudapatkan adalah keputusasaan dan kekecewaan. Aku belajar untuk melihat segala sesuatu untuk disyukuri walau dalam keadaan yang tidak kusukai sekalipun.

Doa membantu kehidupanku menjadi lebih baik. Mengingat segala berkat hanyalah sebuah tindakan sederhana, tetapi dapat membuat perubahan besar di hati. Saat putus asa, aku mengingat apa yang Allah telah berikan kepadaku; dan aku mendapatkan kekuatan baru untuk tetap berusaha. Perubahan fokus menyebabkan perubahan sikap dan motivasi kita.


Minggu, 27 Desember 2015
Cerminan
I Yohanes 1:3-9
Salah satu jepretan foto favoritku adalah Gunung Rainier dengan puncaknya yang tertutup salju, terpantul jelas di danau dekatnya yang tenang dan jernih. Melihat foto itu mengingatkanku bahwa aku dipanggil untuk menjadi cerminan Kristus dalam kehidupanku sehari-hari. Perkataan, perbuatan, segalanya tentang aku dapat menjadi cerminan Kristus bagi sekelilingku.

Aku sering bertanya-tanya apakah perbuatanku telah mencerminkan kasih Yesus sebagaimana air yang tenang telah memantulkan Gunung Rainier? Aku meragukannya! Namun tidak ada gambar Gunung Rainier yang sempurna terpantul di gambar. Aku tidak sempurna sebagai cerminan Kristus, tetapi aku tahu bahwa Allah bukan mengharapkanku untuk menjadi sempurna, melainkan hanya berharap pada kesetiaanku. Bahkan dengan ketidaksempurnaan kita, Allah memanggil kita untuk menjadi cerminan kasih-Nya yang setia. Siapa yang akan melihat Kristus melalui kita hari ini'?