Ayat Hafalan:
Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya. (Matius 7:11)
Senin, 26 Oktober 2015
MEMPELAI KRISTUS: Menjaga Kesucian
Wahyu 19:6-10
Wahyu 19:6-10
Kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus berkata, "...aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." (2 Korintus 11:2). Bagaimana perasaan mempelai laki-laki jika ia mendapati mempelai wanitanya ternyata sudah tidak suci atau tidak perawan lagi? Tentunya ia akan sangat kecewa, cemburu, dan marah. Artinya mempelai wanita itu tidak bisa menjaga diri dan telah gagal mempertahankan kesucian hidupnya.
Mempertahankan kesucian hidup di tengah dunia yang dipenuhi kecemaran bukanlah perkara mudah. Godaan-godaan dunia yang menawarkan kenikmatan sesaat, menyilaukan mata, dan menjanjikan materi yang melimpah membuat pertahanan iman orang percaya menjadi runtuh. "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." (Yakobus 1:14). Akhirnya mereka pun 'pindah ke lain hati', tidak lagi setia kepada Tuhan, dan lebih memilih dunia. Alkitab memperingatkan dengan keras: "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah... Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!" (Yakobus 4:4-5).
Dalam masa-masa penantian jelang kedatangan Tuhan ini, kita harus membentengi diri dengan perisai iman dan pedang Roh, yaitu Firman Tuhan, supaya kita mampu bertahan di tengah godaan dunia ini. Rasul Yohanes menggambarkan sang mempelai "...memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih." (Wahyu 19:8). Lenan halus melambangkan perbuatan-perbuatan kebenaran, artinya tidak sekedar cantik fisik, tetapi harus hidup berkenan kepada Tuhan. Karena itu "... kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan." (lbrani 12:14). Selain itu mempelai wanita haruslah orang yang senantiasa menyembah Tuhan, Dialah yang harus menjadi fokus utama pujian, penyembahan, dan kekaguman kita, bukan pribadi yang lain.
Mempertahankan kesucian hidup di tengah dunia yang dipenuhi kecemaran bukanlah perkara mudah. Godaan-godaan dunia yang menawarkan kenikmatan sesaat, menyilaukan mata, dan menjanjikan materi yang melimpah membuat pertahanan iman orang percaya menjadi runtuh. "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." (Yakobus 1:14). Akhirnya mereka pun 'pindah ke lain hati', tidak lagi setia kepada Tuhan, dan lebih memilih dunia. Alkitab memperingatkan dengan keras: "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah... Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!" (Yakobus 4:4-5).
Dalam masa-masa penantian jelang kedatangan Tuhan ini, kita harus membentengi diri dengan perisai iman dan pedang Roh, yaitu Firman Tuhan, supaya kita mampu bertahan di tengah godaan dunia ini. Rasul Yohanes menggambarkan sang mempelai "...memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih." (Wahyu 19:8). Lenan halus melambangkan perbuatan-perbuatan kebenaran, artinya tidak sekedar cantik fisik, tetapi harus hidup berkenan kepada Tuhan. Karena itu "... kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan." (lbrani 12:14). Selain itu mempelai wanita haruslah orang yang senantiasa menyembah Tuhan, Dialah yang harus menjadi fokus utama pujian, penyembahan, dan kekaguman kita, bukan pribadi yang lain.
Selasa, 27 Oktober 2015
Rabu, 28 Oktober 2015
Kamis, 29 Oktober 2015
Sebelum mengenal Kristus, kita adalah hamba dosa. Majikan kita ini sifat dan tabiatnya mencelakakan kita, berpotensi mendatangkan musibah yang fatal dan petaka atas diri kita. Sebaliknya, setelah kita percaya kepada Kristus, otomatis Dia menjadi Tuan kita yang baru, dan Kristus menjalankan ketuhanan-Nya bukan untuk menyenangkan diri-Nya (Roma 15:3), melainkan untuk menolong para hamba-Nya. Seperti kata Rebecca Pippert dalam buku Out of the Salt-Shaker and Into the World, Yesus adalah "satu-satunya di alam semesta yang dapat mengendalikan tanpa menghancurkan kita." Kristus adalah Tuan yang melepaskan kita dari kekejaman dosa dan menggerakkan umat tebusan-Nya untuk bertindak atas nama-Nya dan hidup dalam kemerdekaan yang utuh (Roma 6:8-11). Sungguh jauh berbeda dari tuan-tuan yang ada di dunia ini!
Kedewasaan rohani orang Kristen dimulai pada saat ia menyadari siapa Kristus yang sebenarnya. Pada saat itu, kita akan melihat perintah dan kehendak Tuhan sebagai sebuah kesukaan, bukan beban, dan ketaatan bukan lagi menjadi sebuah pilihan, melainkan sebuah kebutuhan dalam hidup kita.
Sabtu, 31 Oktober 2015
Yesus menunjukkan dan meneladankan sosok seorang sahabat yang baik kala Dia hidup bersama para murid-Nya. Dia menjadi sahabat bagi Simon Petrus saat Simon putus asa karena semalaman tak menangkap ikan (Lukas 5:6). Dia juga menolong para murid manakala kapal mereka hampir karam karena terjangan badai (Markus 4:39).
Setiap kita tentu memiliki sahabat. Ketika kita meluangkan waktu untuk menolong teman atau sahabat kita dalam kesukaran mereka, kita meneladani Tuhan kita yang membebaskan orang dari badai kehidupan. Marilah kita jadi sahabat yang sebaik-baiknya, yang dapat meringankan kesusahan dan melipatgandakan kegembiraan teman-teman kita.
SUCIKAN DIRI DARI KECEMARAN
2 Timotius 2:14-26
2 Timotius 2:14-26
Semua orang pasti memiliki perabot di rumahnya, yang dikenal dengan sebutan perabot rumah tangga. Itu adalah suatu istilah yang digunakan untuk barang-barang yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan, tempat duduk, tempat tidur, tempat mengerjakan sesuatu dalam bentuk meja atau tempat menaruh barang di permukaannya; aneka macam furnitur sebagai tempat penyimpanan yang biasanya dilengkapi dengan pintu, laci, dan rak; lemari pakaian, lemari buku, dan sebagainya. Perabot rumah tangga biasanya terbuat dari kayu, bambu, logam, besi, plastik yang masing-masing akan ditempatkan sesuai fungsinya. Perabot-perabot yang menurut kita sangat penting, menarik, dan berkualitas pasti tidak akan kita taruh di tempat sembarangan, tapi di tempat strategis supaya bisa dilihat banyak orang.
Begitu pula dengan kehidupan orang percaya. Jika kita mau menyucikan diri dari hal-hal yang jahat dan tidak terlibat dalam perkara-perkara yang cemar sebagaimana yang Rasul Paulus katakan maka kita akan menjadi perabot Tuhan untuk maksud dan tujuan yang mulia. Kita akan dipilih, dikhususkan, dan dipandang layak untuk dipakai Tuhan, serta disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, …semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!" (Yesaya 43:4,7). Nasihat Rasul Paulus ini bukan semata-mata ditujukan kepada Timotius anak rohani sekaligus rekan kerja sepelayanannya, yang menjadi penilik atau penatua jemaat di Efesus tetapi juga ditujukan untuk semua orang percaya yang terpanggil untuk melayani Tuhan dengan tugas yang berbeda-beda.
Arti kata menyucikan diri berarti membersihkan secara menyeluruh, komplit, lengkap. Tidak ada istilah kompromi atau suam-suam kuku, karena itu "...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11).
Begitu pula dengan kehidupan orang percaya. Jika kita mau menyucikan diri dari hal-hal yang jahat dan tidak terlibat dalam perkara-perkara yang cemar sebagaimana yang Rasul Paulus katakan maka kita akan menjadi perabot Tuhan untuk maksud dan tujuan yang mulia. Kita akan dipilih, dikhususkan, dan dipandang layak untuk dipakai Tuhan, serta disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, …semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!" (Yesaya 43:4,7). Nasihat Rasul Paulus ini bukan semata-mata ditujukan kepada Timotius anak rohani sekaligus rekan kerja sepelayanannya, yang menjadi penilik atau penatua jemaat di Efesus tetapi juga ditujukan untuk semua orang percaya yang terpanggil untuk melayani Tuhan dengan tugas yang berbeda-beda.
Arti kata menyucikan diri berarti membersihkan secara menyeluruh, komplit, lengkap. Tidak ada istilah kompromi atau suam-suam kuku, karena itu "...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11).
Rabu, 28 Oktober 2015
MENJAUHLAH… BERSIKAPLAH TEGAS!
Yesaya 52:1-12
Yesaya 52:1-12
Secara umum, kata menjauh memiliki arti pergi atau berjalan ke arah yang lebih jauh, atau menghindar jauh. Melalui nabi Yesaya, Tuhan memberi peringatan kepada orang-orang Yahudi yang berada di negeri pembuangan (Babel) supaya mereka menjauhkan diri dan tidak berkompromi dengan kehidupan orang-orang Babel, yaitu menyembah berhala. Tuhan menuntut umat-Nya untuk tetap hidup dalam ketaatan, setia melayani Dia, dan tidak menyimpang dari jalan-jalan-Nya di mana pun dan kapan pun.
Tuhan tidak menghendaki kita memiliki kehidupan yang setali tiga uang dengan orang-orang dunia. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2). Dalam hal ini dibutuhkan sikap yang tegas; jika tidak, kita akan terbawa arus dunia ini, sebab dosa adalah sesuatu yang mudah sekali menjalar atau menular. Bila kita dengan sengaja bergaul dengan orang-orang yang tidak saleh berarti kita sedang membuka celah kepada mereka untuk mempengaruhi hidup kita. "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Pergaulan dan persahabatan dengan dunia adalah hal yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Walaupun kita telah ditebus oleh darah Kristus, tapi kita sendiri tidak mau melangkah keluar dan bertindak tegas maka sulitlah bagi kita untuk menyucikan diri. Cepat atau lambat kita akan terseret di dalamnya.
Oleh karena itu, Tuhan memperingatkan kita dengan sangat keras, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu," (2 Korintus 6:17-18a). Itu berarti Tuhan tidak begitu saja memerintahkan kita untuk keluar dan memisahkan diri dari dunia, tapi Ia juga akan memberikan suatu jaminan bagi kita: Dia akan menjadi Bapa kita. "...jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Matius 7:11).
Tuhan tidak menghendaki kita memiliki kehidupan yang setali tiga uang dengan orang-orang dunia. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2). Dalam hal ini dibutuhkan sikap yang tegas; jika tidak, kita akan terbawa arus dunia ini, sebab dosa adalah sesuatu yang mudah sekali menjalar atau menular. Bila kita dengan sengaja bergaul dengan orang-orang yang tidak saleh berarti kita sedang membuka celah kepada mereka untuk mempengaruhi hidup kita. "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Pergaulan dan persahabatan dengan dunia adalah hal yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Walaupun kita telah ditebus oleh darah Kristus, tapi kita sendiri tidak mau melangkah keluar dan bertindak tegas maka sulitlah bagi kita untuk menyucikan diri. Cepat atau lambat kita akan terseret di dalamnya.
Oleh karena itu, Tuhan memperingatkan kita dengan sangat keras, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu," (2 Korintus 6:17-18a). Itu berarti Tuhan tidak begitu saja memerintahkan kita untuk keluar dan memisahkan diri dari dunia, tapi Ia juga akan memberikan suatu jaminan bagi kita: Dia akan menjadi Bapa kita. "...jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Matius 7:11).
TINDAKAN IMAN HASILKAN MUJIZAT
Keluaran 15:22-27
Keluaran 15:22-27
Hal pertama yang dilakukan umat Israel ketika mereka mendapati air di Mara pahit rasanya dan tidak dapat diminum adalah mengeluh, mengomel, dan bersungut-sungut. Begitu pula yang diperbuat oleh banyak orang Kristen ketika merasakan hal-hal pahit dalam hidupnya (kehancuran rumah tangga, kegagalan studi, bisnis yang pailit, dan sebagainya), yaitu langsung mengeluh, menggerutu, mengomel, bersungut-sungut, marah, dan mencari kambing hitam. Langkah mereka terus dibayang-bayangi kegagalan dan kehancuran karena terus membesar-besarkan masalah yang ada, sehingga mereka tidak bisa melihat sisi positif setiap peristiwa yang terjadi.
Berbeda dengan yang dilakukan Musa. Ketika menghadapi masalah, ia tahu apa yang harus diperbuatnya: "Musa berseru-seru kepada TUHAN," (ayat 25). Dalam Mazmur 50:15 dikatakan, "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." Tuhan pun menjawab seruan Musa dengan memberikan jalan keluar untuk masalahnya dengan menunjukkan kepadanya sepotong kayu. Tanpa menunggu lama, Musa "... melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Untuk melihat dan mengalami perkara-perkara ajaib dari Tuhan, perlu sekali kita berdoa dengan iman dan mempraktekkan iman tersebut dengan perbuatan yang nyata, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Jadi, iman selalu bekerjasama dengan perbuatan!
Dalam menghadapi masalah apa pun, berhentilah bersungut-sungut! Berdoalah kepada Tuhan dan bertindaklah dengan iman. Adalah sia-sia kita berkata memiliki iman jika perbuatan kita sendiri tidak menunjukkan iman. Tindakan melemparkan kayu ke dalam air adalah perwujudan iman. Kalau tidak punya iman, mana mungkin Musa man melakukannya, bukankah yang dilempar itu hanyalah kayu biasa? Tapi, karena Tuhan yang menyediakan, Musa pun peka apa yang menjadi maksud Tuhan. Ini berbicara tentang ketaatan. Setiap ketaatan selalu mendatangkan berkat dan mujizat! Air yang pahit berubah menjadi manis. Kayu itu tidak berkuasa mengubah air yang pahit menjadi manis, tetapi tindakan iman Musa dan campur tangan Tuhan itulah yang menghasilkan mujizat.
Berbeda dengan yang dilakukan Musa. Ketika menghadapi masalah, ia tahu apa yang harus diperbuatnya: "Musa berseru-seru kepada TUHAN," (ayat 25). Dalam Mazmur 50:15 dikatakan, "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." Tuhan pun menjawab seruan Musa dengan memberikan jalan keluar untuk masalahnya dengan menunjukkan kepadanya sepotong kayu. Tanpa menunggu lama, Musa "... melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Untuk melihat dan mengalami perkara-perkara ajaib dari Tuhan, perlu sekali kita berdoa dengan iman dan mempraktekkan iman tersebut dengan perbuatan yang nyata, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Jadi, iman selalu bekerjasama dengan perbuatan!
Dalam menghadapi masalah apa pun, berhentilah bersungut-sungut! Berdoalah kepada Tuhan dan bertindaklah dengan iman. Adalah sia-sia kita berkata memiliki iman jika perbuatan kita sendiri tidak menunjukkan iman. Tindakan melemparkan kayu ke dalam air adalah perwujudan iman. Kalau tidak punya iman, mana mungkin Musa man melakukannya, bukankah yang dilempar itu hanyalah kayu biasa? Tapi, karena Tuhan yang menyediakan, Musa pun peka apa yang menjadi maksud Tuhan. Ini berbicara tentang ketaatan. Setiap ketaatan selalu mendatangkan berkat dan mujizat! Air yang pahit berubah menjadi manis. Kayu itu tidak berkuasa mengubah air yang pahit menjadi manis, tetapi tindakan iman Musa dan campur tangan Tuhan itulah yang menghasilkan mujizat.
Jumat, 30 Oktober 2015
Hidup Bagi Kristus
Roma 6:1-14
Kita cukup sering mendengar berita tentang kekerasan majikan terhadap pembantu rumah tangganya, mulai dari penyekapan sampai penyiksaan, bahkan ada yang berujung kematian. Sungguh sangat menyedihkan. Kebutuhan finansial yang mendesak sering membuat para korban kurang memperhatikan pentingnya mengetahui profil majikan sebelum menjadi pekerjanya.Roma 6:1-14
Sebelum mengenal Kristus, kita adalah hamba dosa. Majikan kita ini sifat dan tabiatnya mencelakakan kita, berpotensi mendatangkan musibah yang fatal dan petaka atas diri kita. Sebaliknya, setelah kita percaya kepada Kristus, otomatis Dia menjadi Tuan kita yang baru, dan Kristus menjalankan ketuhanan-Nya bukan untuk menyenangkan diri-Nya (Roma 15:3), melainkan untuk menolong para hamba-Nya. Seperti kata Rebecca Pippert dalam buku Out of the Salt-Shaker and Into the World, Yesus adalah "satu-satunya di alam semesta yang dapat mengendalikan tanpa menghancurkan kita." Kristus adalah Tuan yang melepaskan kita dari kekejaman dosa dan menggerakkan umat tebusan-Nya untuk bertindak atas nama-Nya dan hidup dalam kemerdekaan yang utuh (Roma 6:8-11). Sungguh jauh berbeda dari tuan-tuan yang ada di dunia ini!
Kedewasaan rohani orang Kristen dimulai pada saat ia menyadari siapa Kristus yang sebenarnya. Pada saat itu, kita akan melihat perintah dan kehendak Tuhan sebagai sebuah kesukaan, bukan beban, dan ketaatan bukan lagi menjadi sebuah pilihan, melainkan sebuah kebutuhan dalam hidup kita.
Sabtu, 31 Oktober 2015
Juru Selamat Sahabat
Amsal 17:17-19
Doug Storer menuliskan sebuah kisah nyata, yang dalam terjemahan Indonesia berjudul “Juru Selamat di Tepi Sungai Seine”. Berikut ini kisah singkatnya. Suatu malam, seorang pria muda berjalan sendirian di tepi Sungai Seine. Ia sedang berputus asa. Selama 25 tahun hidupnya, kemalangan datang bertubi tubi. Dari kecil ia hidup miskin. Saat berumur belasan, ibunya harus melarikannya sebagai pengungsi ke Perancis. Kemudian ia berhasil masuk ke angkatan bersenjata. Bintangnya naik. Tetapi, terjadi pertikaian politik, dan pemuda itu berada di pihak yang kalah. Ia ditangkap, lalu dipecat. Saat itu ia ingin mati tenggelam di sungai. Ternyata, muncul bekas temannya di ketentaraan. Teman itu mendengarkan keluhannya dan menolongnya. Pertemuan itu menjadi titik balik bagi kehidupan si pemuda. Dan, pemuda itu tidak lain adalah Napoleon Bonaparte.Amsal 17:17-19
Yesus menunjukkan dan meneladankan sosok seorang sahabat yang baik kala Dia hidup bersama para murid-Nya. Dia menjadi sahabat bagi Simon Petrus saat Simon putus asa karena semalaman tak menangkap ikan (Lukas 5:6). Dia juga menolong para murid manakala kapal mereka hampir karam karena terjangan badai (Markus 4:39).
Setiap kita tentu memiliki sahabat. Ketika kita meluangkan waktu untuk menolong teman atau sahabat kita dalam kesukaran mereka, kita meneladani Tuhan kita yang membebaskan orang dari badai kehidupan. Marilah kita jadi sahabat yang sebaik-baiknya, yang dapat meringankan kesusahan dan melipatgandakan kegembiraan teman-teman kita.
Minggu, 1 November 2015
Orang Baik
Kisah Para Rasul 11:19-26
Doni memiliki teman non-Kristen bernama Ramli. Mereka sama-sama belajar di sekolah Kristen sampai lulus SMP. Kemudian mereka berpisah, dan bertemu lagi ketika sudah bekerja. Betapa terkejutnya Doni ketika Ramli mengaku telah percaya pada Tuhan Yesus. "Selama ini aku tertarik pada kasih di antara orang Kristen. Aku terkesan pada kebaikan guru-guru sekolah kita dulu. Aku jadi ingin kenal dengan Tuhan kalian," kata Ramli.Kisah Para Rasul 11:19-26
Barnabas adalah orang baik, penuh Roh Kudus dan iman. Alkitab mencatat kebaikannya. Sewaktu Saulus yang baru bertobat datang ke Yerusalem, murid-murid curiga dan menganggapnya sebagai mata mata. Tetapi, Barnabas menerima Saulus dan memperkenalkannya kepada rasul-rasul sampai akhirnya ia diterima (Kisah 9:26-27). Masih ada lagi sejumlah kebaikan Barnabas yang dicatat dalam Alkitab. Melalui kebaikannya itu, Alkitab mencatat, "Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan" (ayat 24).
Perbuatan baik dapat menjadi pintu masuknya pemberitaan Injil, membuka mata orang terhadap kebaikan dan kemuliaan Tuhan. Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk berbuat baik; berbuat jahat tidak cocok dengan identitas kita sebagai orang Kristen. Perbuatan baik bisa dimulai dari hal-hal yang sederhana, seperti memberikan senyuman, menahan lift bagi orang lain, menolong orang yang sudah tua untuk menyeberang jalan, dan memberi tempat duduk kepada mereka yang lebih tua. Marilah menaburkan kebaikan kepada sesama, agar orang yang melihatnya dapat memuliakan Bapa kita di surga.